Minggu, 15 Maret 2009

Antiklimaks FTZ Batam-Bintan-Karimun

3 Peraturan Menteri Keuangan (PMK) terbit sekaligus untuk menjelaskan Peraturan Pemerintah Nomor 2/2009 Tentang Perlakuan Kepabeanan,Perpajakan serta Pengawasan Atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di Kawasanyang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas.
PMK pertama,nomor 45/PMK.04/2009 tentang tata cara pengawasan dan pengadministrasian pembayaran PPN dan PPNBm. Kemudian nomor 46/PMK.04/2009 tentang Pemberitahuan Pabean tentang Pemasukan dan pengeluaran.Tiga PMK tersebut khusus untuk kawasan pelabuhan bebas dan perdagangan bebas Bata,Bintan dan Karimun (BBK).
Tiga peraturan itu rinci,detail dan cukup tebalbahkan disertai contoh2. Artinya,bila juklak dan juknis ini dilaksanakan 1 April 2009 nanti,tinggal menyesuaikan.
Lalu,apa yang membuat pengusaha dan Gubernur Kepri Ismeth Abdullah kecewa dengan aturan main yang ditunggu-tunggu sejak lama ini ? Jawabnya adalah,isinya. Secara garis besar,PMK ini menunjukan bahwa kendali FTZ di Batam tetap pada pemerintah pusat. DK atau Badan Pengusahaan Kawasan yang dibentuk,tak lebih menjadi tukang amin saja. Lihat saja,perizinan masih ke pusat,kecuali hanya perubahan2 tentang dokumen dan pemberitahuan tentang barang masuk keluar kawasan.
Bayangan awal bahwa DK BBK atau BP Kawasan bisa membuat aturan tentang teknis pemasukan,pengeluaran dan pengawasan,seperti berlaku FTZ manapun di dunia,sama sekali tidak tergambar,dalam peraturan ini. Bahkan,peran Direktorat Bea dan Cukai tetap menjadi otoritas sebagai kantor Pabean yang mengatur dan mengawasi lalulintas barang di kawasan bebas ini.
Masalah lain,tiga PMK ini juga tidak menjelaskan garis koordinasi yang jelas antara kantor Pabean dan DK atau BP Kawasan. Padahal,kejelasan inilah yang sangat di butuhkan oleh investor dan pengusaha di kawasan ini. Mereka berharap birokrasi yang gampang dan cepat dan bisa mengurus berbagai dokumen dalam satu kantor saja.
Bila garis koordinasi ini tidak di jelaskan, maka hal-hal yg selama ini di keluhkan pengusaha tetap akan terjadi.Ego sektoral,bila di akui dengan jujur,sangat kental pada birokrasi kita. Bahkan,di tingkat kabinet pun,ego sektoral dan tarik menarik kepentingan pun masih terjadi. Lihatlah,bagaimana tidak sejalannya Menteri Perdagangan dan Menteri Perindustrian soal penggunaan produk dalam negeri.
Karena itu, tidak heran bila pengusaha hanya tersenyum kecut dengan keluarnya PMK ini. Mereka bersikap APATIS karena sejak awal sudah melihat tanda2 bahwa FTZ ini tidak akan memihak mereka. Ini terlihat dari lambannya deregulasi tentang kawasan bebas ini.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Kasihan yah para pedagang seken akibat keputusan ini,untuk saat ini saja sudah susah menafkahi keluarga karena beli barang seken dari s'pore,apalagi sekarang karena FTZ tak jelas " ingin membunuh siapa ".